TRANSFORMASI BANGSA MELALUI AKSI DAN LITERASI UNTUK INDONESIA YANG BERMARTABAT

Bagikan ke

Tujuan umum dari terbentuknya negara Republik Indonesia terangkai dalam naskah pembukaan  Undang-Undang Dasar NRI 1945, yaitu pada alinea ke-empat dengan amanat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, esensi dari tujuan negara tersebut dilandasi oleh filosofi Pancasila yang telah di amini oleh para pendiri bangsa sebagai basis epicentrum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ikhtiar mewujudkan cita-cita luhur tersebut memang bukanlah sebuah pekerjaan yang sederhana, karena setiap sudut dimensi dipenuhi dengan kompleksitas yang jamak. Tak lama lagi Indonesia akan memasuki usia 75 tahun merdeka patut di sadari bahwa tujuan dari negara belumlah mampu menyentuh dari keseluruhan instrumen, tetapi ikhtiar penuh untuk Indonesia yang lebih baik adalah suatu keniscayaan.

Dunia pendidikan masih mengalami kendala struktural dalam memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat yang berkualitas, padahal pendidikan adalah sentral dari upaya menuju peradaban yang progresif. Kondisi ini dapat tercermin dari data IPM  2019 ( Indeks Pembangunan Manusia ) yang di rilis United Nation Development Report, IPM diukur melalui 3 dimensi, pertama angka harapan hidup atau kesehatan, kedua kesempatan pendidikan dan ketiga ekonomi mayarakat, dari data tersebut dapat dibaca bahwa Indonesia masih bertengger pada posisi papan bawah, yakni dengan skor IPM 0,707 dan peringkat 111 dari 189 negara di  dunia, walaupun ada sedikit kenaikan dari pada tahun 2018 namun tidak begitu signifikan karena kenaikan hanya terpusat pada wilayah-wilayah sentral dan kota besar hal ini seakan hilang dengan jurang ketimpangan ekonomi yang masih jamak diketahui. Berkaca dari  akses layanan dasar di Indonesia pada tahun 2019 TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) melaporkan sedikitnya 4,5 juta anak tidak bersekolah. Dengan kondisi ini sudah sepatutnya menjadi pekerjaan rumah bagi kita untuk menyelesaikan kesenjangan akses pendidikan tersebut.

Pendidikan utamanya menjadi faktor penting agar pembangunan tidak hanya terpaku dalam arti basis yang sempit namun harus universal dan holistik. Salah satu kunci dari memajukan pendidikan dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi ialah kemampuan literasi, utamanya membaca dan menulis, karena sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Asy-Syafi’i  bahwa “Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya”. Indonesia mempunyai pekerjaan besar untuk mengevaluasi dan membenahi rendahnya budaya literasi,  dapat dilihat bahwa hari ini masyarakat secara umum dari berbagai lapisan seakan seperti apa yang dikatakan oleh  pujangga Taufik Ismail “Masyarakat Indonesia masih rabun membaca dan pincang menulis”. Cerminan budaya minat baca masyarakat Indonesia dapat ditelaah dari survei yang dilakukan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization ( UNESCO ) pada 2012, indeks minat baca masyarakat Indonesia baru mencapai angka 0,01 Artinya dari setiap 10.000 orang Indonesia hanya ada 1 orang saja yang punya minat baca . Beberapa tahun berikutnya studi dari Most Literred Nation in the world 2016, yang diliris pada 9 Maret 2016 oleh Central Connecticut State University menunjukkan data yang mencengangkan bahwa minat baca dikalangan masyarakat Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Indonesia berada di bawah Malaysia yang berada pada posisi 53 , Thailand di posisi 59 dan di atas Bostwana di posisi terbawah. Pada 2017 Perpustakaan Nasional juga  memamaparkan bahwa rata-rata orang Indonesia menggunakan waktu untuk membaca buku hanya dengan durasi waktu kurang  dari satu jam. Untuk budaya menulis jauh lebih rendah lagi karena mengingat membaca dan menulis adalah kegiatan yang saling mempengaruhi karena hampir mustahil seseorang menulis jika tidak suka membaca karena membaca adalah referensi untuk melakukan kegiatan menulis, fakta pun menunjukkan bahwa jumlah terbitan buku di Indonesia tergolong rendah, tidak sampai 18.000 judul buku per tahun. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul buku per tahun, India 60.000, dan Tiongkok sekitar 140.000 judul buku per tahun, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masing-masing negara tersebut, produksi terbitan buku Indonesia tergolong masih rendah. Kondisi degradasi literasi ini hendaknya agar dapat menjadi perhatian serius untuk dibenahi agar tak menjadi petaka akut dikemudian hari.

Kultur yang demikian sejatinya memanggil peran generasi muda sebagai agen perubahan karena sudah menjadi keniscayaan bahwa tanggungjawab pemuda untuk ikut serta dalam proses  mengisi kemerdekaan, Kebulatan ikhtiar segenap komponen untuk memperbaiki kerangka budaya literasi harus ditanam agar tak mengalami degradasi literasi yang berkelanjutan, karena dengan kemampuan literasi yang meningkat akan membawa Multiple effect ,efek yang ditimbulkan akan sangat membantu negara dalam mewujudkan cita-cita luhur dari amanat konstitusi dan proses pembangunan berkelanjutan disegala aspek kehidupan.

Mengingat prediksi BPS (Badan Pusat Statistik) akan terjadi suatu lonjakan penduduk usia produktif beberapa tahun mendatang, fenomena ini disebut dengan bonus demografi, berkaitan dengan hal tersebut tentu bak pisau bermata dua, di lain sisi potensi ini akan menjadi peluang dan modal penting bagi indonesia dalam pembangunan nasional, namun sebaliknya jika kita tidak siap maka bonus demografi yang seharusnya menghasilkan demografi dividen malah akan menjadi demografi disaster, hal inilah yang harus diantisipasi dan sebagai pekerjaan rumah bukan hanya pemerintah namun juga oleh segenap bangsa Indonesia.

Titik balik (turning point ) daripada warisan karakter para pendiri bangsa, yakni jiwa patriotisme dan heroisme harus menjadi keteladan bangsa ini, tentu harus sesuai dengan konteks perkembangan zaman, semangat untuk memajukan dan melepaskan bangsa dari belenggu kehidupan yang penuh dengan intrik,  sosok-sosok dalam barisan founding fathter telah membuktikan bahwa sampai hari ini pemikiran dan keteladan itu tak lapuk ditelan masa, heroisme yang dapat dilakukan hari ini sangat beragam, dapat dimulai melalui berbagai saluran yang dapat memberikan dampak positif bagi kemajuan agama, bangsa dan negara.

Sumber : Thiago Rocha (Unsplash.com)

Sebagai generasi bangsa yang akan melanjutkan estafet perjuangan dan perjalanan bangsa demi meraih keunggulan bangsa diera persaingan global, maka perjuangan harus didasari juga sebagai niat memelihara identitas dan kepribadian bangsa Indonesia agar dapat terus berdiri kokoh dengan kedaulatannya agar diperhitungkan dalam pergaulan global, maka  kemunculan tokoh-tokoh pemuda pemimpin pelopor dalam upaya merekonstruksi pemecahan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa khususnya dalam hal peningkatan budaya literasi secara luas, menginisiasi barikade pemuda literasi yang selalu siap untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat mengkampanyekan dan mensosialisasikan pentingnya budaya membaca dan menulis dengan semangat mendorong setiap lapisan sadar akan manfaatnya. Gerakan ini diharapkan menstimulus masyarakat setempat umumnya dan khususnya kepada generasi muda untuk menanamkan kesadaran, bahwa kegiatan membaca seharusnya bukan lagi hanya sebagai pengisi jika ada waktu luang namun hendaknya menjadi bagian dari meluangkan waktu sebagai kebutuhan utama yang menyenangkan dalam kehidupan sehari-hari, baik berorientasi pada penyegaran pikiran, hiburan maupun untuk perluasan wawasan pengetahuan, sehingga lambat laun masyarakat secara mandiri dapat menumbuhkembangkan kegiatan membaca dilingkungan keluarga sebagai kebutuhan dan sarana dalam peningkatan mutu kehidupannya.

Bilamana budaya membaca telah tertanam dengan kokoh maka perlu  mendorong setiap lapisan usia di masyarakat untuk memproduksi  teks sebagai bentuk upaya nyata mengembangkan konsep ilmu yang diperoleh dari kebiasaan membaca agar senantiasa dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan untuk kemajuan dan pengembangan ilmu, karena dengan budaya membaca yang kemudian diekspresikan dengan menulis ide,pendapat, gagasan dan perasaan maka lambat laun akan menghadirkan sikap manusia berkualitas dan bermartabat.

(Oleh Muhammad Nasir S.H, Fellow Young Innovators Fellowship PEMIMPIN.ID 2019)

Muhammad Nasir
Author: Muhammad Nasir

Follow us