Covid-19 tak habis-habisnya dibahas belakangan ini. Sebuah virus penyebab krisis panjang yang terjadi di dunia satu tahun kebelakang. Covid-19 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap cara manusia menjalani kehidupan. Sehingga krisis ini menjadi bahan diskusi yang menarik untuk terus dibahas. Covid-19 mengintervensi kehidupan manusia dari berbagai aspek, tidak terkecuali dari cara orang-orang memimpin. Seorang pemimpin, di level manapun, tentu terdampak oleh adanya pandemi Covid-19 ini.
John F. Kennedy bahkan pernah mengatakan bahwa kata “krisis” dalam bahasa China itu mengandung dua makna, yakni bahaya dan peluang. Kennedy memang bukan ahli bahasa, tapi pengamatannya sejauh ini benar. Krisis terbukti telah menghadirkan pilihan. Pandemi ini mengubah cara orang dalam berperilaku. Artinya ketika ada sesuatu yang berubah secara besar-besaran, di sana pula ada peluang untuk melahirkan inovasi. Apalagi bagi seorang pemimpin, tentu perlu menjadikan pandemi yang panjang ini sebagai peluang untuk berinovasi.
Pandemi ini menjadi momentum untuk sebuah organisasi berinovasi. Kemampuan pemimpin untuk menghadirkan ruang dalam berinovasi pada situasi seperti ini menjadi penting. Pandemi ini bisa menjadi momentum untuk seluruh organisasi mengeluarkan segenap pemikirannya untuk menghasilkan inovasi. Bahkan ketika pandemi ini berakhir, pemimpin yang mampu menjaga momentum inovasi ini akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Tanpa training inovasi yang mahal, timnya menjadi terbiasa untuk melakukan inovasi dalam bekerja.
Konteks inovasi yang dilakukan memang tidak sama dengan inovasi yang dilakukan saat situasi normal. Saat situasi normal, mungkin inovasi yang dihasilkan lebih banyak ke pengembangan produk atau program. Namun dalam kondisi pandemi seperti ini inovasi yang dilakukan lebih banyak ke sistem dan perilaku organisasi. Ini jadi modal yang baik untuk menjadikan inovasi sebagai budaya dalam organisasi.
Inovasi yang dilakukan di kala pandemi mungkin inovasi jangka pendek, yang dihadirkan untuk membuat organisasi tetap bertahan. Namun jika budaya ini terus dipertahankan hingga krisis berakhir, hal tersebut akan membuat organisasi tumbuh lebih pesat. Hal ini terbukti dari krisis-krisis masa lalu. Misalnya dalam konteks organisasi bisnis. McKinsey pernah melakukan penelitian pada sejumlah perusahaan yang mempertahankan fokus inovasi mereka selama krisis keuangan pada 2009, mereka terbukti mengungguli rata-rata pertumbuhan pasar sebanyak 30% dan terus bertumbuh tiga sampai lima tahun berikutnya [Gambar 1].
Gambar 1. Pertumbuhan Perusahaan Pasca Krisis Keuangan 2009
sumber: McKinsey, 2020
Pandemi mendorong setiap anggota tim dalam organisasi untuk terus berinovasi demi mencapai tujuan. Hal ini dilakukan karena situasi, pasar, dan cara berperilaku konsumennya pun berbeda. Penelitian yang dilakukan McKinsey menyebutkan 96% bisnis mengubah caranya pemasarannya sejak pandemi melanda. Mereka cenderung lebih berorientasi digital. Mereka “dipaksa” pandemi untuk berinovasi dalam konteks cara bekerja.
Ada beberapa studi kasus yang saya temukan langsung di lingkungan sekitar. Saya menemukan beberapa perusahaan training konvensional yang biasa menyediakan jasa training secara offline dipaksa untuk berinovasi agar bisa tetap relevan dengan keadaan pandemi ini. Mereka mau tidak mau berinvestasi untuk membuat produk baru berupa online training. Bahkan tidak sedikit yang berinvestasi besar-besaran dalam membangung sistem digital agar online training-nya lebih unggul dari kompetitornya.
Pada studi kasus lain, sebuah startup yang berfokus pada penjualan hasil laut terpaksa mengubah model bisnisnya karena pandemi. Startup ini model bisnis awalnya adalah business to business atau B2B, jadi mereka menyalurkan ikan laut langsung ke restoran dan rumah makan. Namun saat pandemi melanda, mereka beralih pada channel baru yakni model business to customer (B2C), mereka langsung menyalurkan produk ke konsumen secara retail. Hal tersebut dilakukan karena restoran dan rumah makan tidak banyak yang beroperasi.
Studi kasus-studi kasus inovasi di atas mungkin tidak akan terjadi, atau setidaknya baru terjadi dalam waktu yang sangat panjang, jika pandemi tidak melanda. Jadi bagi seorang pemimpin, pandemi Covid-19 bukan sekedar krisis yang tidak ada maknanya. Covid-19 ini telah menjadi sebuah momentum untuk berinovasi lebih banyak daripada sebelumnya.
Sumber:
https://www.mckinsey.com/business-functions/strategy-and-corporate-finance/our-insights/innovation-in-a-crisis-why-it-is-more-critical-than-ever