Menjadi Pemimpin yang Transformasional

Bagikan ke

Oleh Toto Suharto

 

Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, pemimpin menghadapi tuntutan yang semakin kompleks baik di sektor bisnis maupun pemerintahan. Misalnya, banyak hal yang harus diselesaikan dan diputuskan dalam waktu yang relatif singkat dan dengan data atau informasi yang terbatas. Keterbatasan ini terkait dengan kejadian yang belum pernah ada sebelumnya terjadi, seperti pandemi COVID-19 ini. Indonesia memang pernah mengalami krisis ekonomi, seperti pada tahun 1998, tetapi krisis yang sekarang terjadi ini bersifat multidimensional, sebab meliputi kesehatan, ekonomi, hingga tatanan sosial. Kita bahkan sampai mengenal juga istilah low touch economy, yaitu aktivitas ekonomi yang dilakukan dengan memerhatikan protokol kesehatan dan physical-social distancing.
Krisis Bukan Hanya tentang COVID-19

VUCA

Sebenarnya, sebelum pandemi COVID-19 pun kita sudah menghadapi fenomena yang penuh dengan VUCA (volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity). Kesuksesan yang mungkin pernah diraih seseorang atau sebuah perusahaan pada masa lalu bisa jadi tidak lagi efektif untuk masa sekarang ini dengan menggunakan resep yang sama. Para pemimpin memerlukan
resep-resep baru untuk bisa mencapai kesuksesan dalam menghadapi situasi VUCA ini.

Agile

Kadang tidak hanya solusi yang out-of-the-box yang dibutuhkan, tapi juga percepatan pembuatan solusi itu sendiri. Oleh karena ini, munculah istilah seperti agile yang harus dimiliki seorang pemimpin atau sebuah organisasi. Agile itu sendiri bisa diterjemahkan sebagai kemampuan untuk beradaptasi terus menerus secara cepat dalam lingkungan atau konteks
yang berubah-ubah.

Ekspektasi Karyawan

Selain dunia yang menghadapi fenomena VUCA, dalam konteks bisnis dan perusahaan terjadi juga perubahan atas ekspektasi dari karyawan, misalnya. Semakin banyak karyawan saat ini yang membutuhkan kebebasan dalam pekerjaannya. Mereka ingin mengerti bahwa pekerjaan yang mereka lakukan bermakna (meaningful) sehingga mereka lebih bangga dalam melakukan
pekerjaannya. Karyawan menginginkan juga lingkungan pekerjaan yang bisa membuat mereka tumbuh dan berkembang untuk menjadi lebih baik lagi. Mereka ingin mendapatkan pengakuan atas kemampuan dan usaha yang telah mereka lakukan. Dan karyawan merasa tidak ingin diperlakukan seolah-oleh mereka hanya akan melakukan pekerjaan dengan baik kalau mereka
dipaksa. Seorang pemimpin lantas dituntut untuk lebih banyak bertanya, mendengarkan, menginspirasi, memotivasi, mendorong untuk lebih maju, dan memberikan feedback kepada karyawannya. Artinya, pemimpin perlu banyak terlibat dalam memfasilitasi dan mengerti keadaan karyawan.

***

VUCA, agile dan ekspektasi dari karyawan yang semakin berubah membuat pemimpin saat ini harus mulai melibatkan peran tim dalam mengambil keputusan. Untuk memungkinkan hal tersebut, pemimpin perlu mengembangkan kemampuan karyawan di semua level dengan memberdayakan mereka (empowering). Suasana di tempat pekerjaan yang terbuka dan saling percaya membuat komunikasi lebih efektif dan pertukaran informasi lebih baik. Suasana keterbukaan ini juga akan mengembangkan budaya yang positif sehingga karyawan tidak takut berbuat salah. Bahkan, kesalahan dianggap sebagai sarana pembelajaran untuk terus berinovasi dan bekerja lebih baik. Hal yang terpenting ialah keputusan bisa diambil dengan baik di semua level agar bisa menciptakan budaya teamwork yang baik. Teamwork harus dilakukan tidak hanya di satu bidang, tetapi juga di berbagai bidang yang saling berhubungan. Di atas itu semua, karyawan wajib memiliki motivasi yang tinggi. Penulis Dan Pink, dalam bukunya Drive, menyebutkan 3 faktor internal yang memotivasi manusia melakukan sesuatu: Autonomy, Mastery dan Purpose (ditambah Appreciation).

Era Baru dalam Kepemimpinan: Kepemimpinan Transformasional

Untuk menumbuhkan faktor-faktor internal di atas, konsep pemimpin yang transformasional menjadi salah satu jawabannya. Pertama kali dicetuskan oleh James MacGrogor Burns pada tahun 1978, konsep pemimpin transformasional biasa dikontraskan dengan konsep pemimpin transaksional. Konsep transaksional cenderung mereduksi hubungan pemimpin dan pengikutnya
ke dalam interaksi pemberian bonus dan hukuman semata. Sementara itu, konsep pemimpin transformasional lebih ke proses memberdayakan orang lain untuk membangun hubungan yang bisa meningkatkan motivasi dan semangat di antara pemimpin dan pengikutnya. Termasuk di dalamnya ialah bagaimana menghubungkan identitas dan misi pribadi dari pengikut dengan identitas kolektif dari perusahaan atau organisasi.
Pemimpin yang transformasional juga mendorong pengikutnya untuk memiliki ownership terhadap pekerjaan mereka dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan mereka sehingga bisa disesuaikan dengan pekerjaan mereka untuk mencapai kinerja yang optimal.

Komponen-Komponen Kepemimpinan Transformasional

Empat komponen utama dalam kepemimpinan transformasional adalah Individualized Consideration, Intellectual Stimulation, Inspirational Motivation dan Idealized Influence.
● Individualized Consideration
Seorang pemimpin mampu menjadi coach bagi pengikutnya, memerhatikan mereka, memberikan dukungan, berkomunikasi secara terbuka, dan menghargai kontribusi mereka. Dengan demikian, pengikutnya akan memiliki keinginan dan inspirasi untuk
mengembangkan diri sendiri dan memiliki motivasi dari dalam yang kuat untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

● Intellectual Stimulation
Pemimpin mengembangkan pengikutnya untuk berpikir secara independen. Dia memberikan ruang untuk belajar dan menganggap bahwa hal-hal yang tidak diharapkan merupakan kesempatan untuk belajar. Pemimpin seperti ini selalu menantang
pengikutnya untuk berpikir lebih dalam, mencari jalan yang lebih baik untuk menyelesaikan persoalan, dan mendorong untuk selalu berpikir kreatif.
● Inspirational Motivation
Pemimpin menyampaikan visinya dan menginspirasi pengikutnya. Dia menantang pengikutnya dengan pencapaian standar kinerja yang tinggi, menyebarkan optimisme dalam mencapai tujuan, dan bisa menyampaikan makna (purpose dan meaning) dari
pekerjaan yang dilakukan. Makna inilah yang menggerakkan suatu organisasi untuk maju dan berkembang. Kemampuan berkomunikasi seorang pemimpin di sini sangat menentukan bagaimana visi bisa dimengerti sehingga pengikutnya mau memberikan upaya yang lebih, percaya dengan kemampuan mereka, dan yakin dengan masa depan yang lebih sukses.
● Idealized Influence
Pemimpin menjadi contoh atau role model dalam hal perilaku etis, menanamkan kebanggaan, mendapatkan respect dan membangun kepercayaan. Jadi, implikasi dari konsep pemimpin transformasional ini adalah bagaimana pemimpin bisa
membuat visi yang menantang sekaligus menarik bersama-sama dengan karyawan. Lebih dari itu, ia juga sanggup menyampaikan, membuat perencanaan, serta menumbuhkan keyakinan dan optimisme tentang visi tersebut dan bagaimana menerapkannya.
Implementasinya bisa berupa langkah-langkah kecil menuju kesuksesan; ditandai dengan visi yang secara sukses dicapai. Hal ini bisa diraih kalau seorang pemimpin mampu mengurangi jarak dengan pengikutnya, terbuka, saling percaya dan bisa menyampaikan makna (purpose) dari pekerjaan mereka. Pemimpin juga harus mampu menjadi coach, memberdayakan, dan
memberikan support yang dibutuhkan. Terakhir, tapi tak kalah penting, seorang pemimpin yang transformasional mampu melihat perubahan sebagai kesempatan yang diharapkan

 

Profil:

Toto Suharto adalah seorang pemimpin di industri manufaktur yang sekarang menempati posisi sebagai Presiden Direktur SKF Indonesia. Sebelumnya Toto pernah menjabat sebagai Managing Director Robert Bosch Automative Indonesia. Beliau juga memiliki pengalaman karir dan studi di Jerman selama 25 tahun. Di Jerman, beliau pernah bekerja di Siemens dan Bosch dan studi di TH Nürnberg Georg Simon Ohm dan Universität in Hagen.

 

Photo by: Roadolvo

Pemimpin.ID
Author: Pemimpin.ID

Pemimpin.id adalah sebuah Gerakan Pemberdayaan Kepemimpinan Indonesia melalui konten dan program kreatif.

Follow us