Baru saja negara ini merayakan dirgahayu kemerdekaannya. Tercatat 74 tahun sudah Republik Indonesia tercinta ini merdeka dari tangan penjajah. Tentu berkah dari para pejuang yang gigih merebut kemerdekaan Indonesia. Seusai perjuangan tersebut, perlahan republik ini menata kehidupan berbangsa dan bernegara bagi warganya.
Selain itu juga terus berjuang mengisi kemerdekaan. Dalam upaya mengisi kemerdekaan tersebut, Republik Indonesia butuh sosok presiden untuk menahkodainya. Di perjalanan 74 tahun kemerdekaan, Republik Indonesia memiliki 7 presiden sebagai nahkodanya. Tentu ketujuh presiden tersebut tak sama dalam gaya kepemimpinannya. Untuk menilik seperti apa gaya kepemimpinan presiden kita, berikut ulasan singkatnya:
1. Presiden Soekarno
Sosok presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno adalah bapak proklamator, seorang orator ulung yang bisa membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia. Beliau memiliki gaya kepemimpinan yang sangat populis, memiliki emosional yang meledak-ledak. Namun tidak jarang lembut dan menyukai keindahan. Bahkan dalam sebuah momen, ia begitu menyayangi anak-anak yang tengah mengunjungi Istana Merdeka. Tak segan ia menemani mereka berkeliling dan berinteraksi berbalut keriangan.
Sang proklamator membawa gaya kepemimpinan yang berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau partai. Sehingga sangat konsisten dan fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yang juga menonjol dari Ir. Soekarno adalah percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan inovatif. Sosok yang memiliki nama lahir Koesno Sosrodihardjo tersebut, juga kaya akan ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa lain di Asia dan Afrika. Ia juga menguatkan pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara Barat (Amerika dan Eropa).
Ir. Soekarno adalah pemimpin kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah, rela berkorban demi persatuan dan kesatuan, serta kemerdekaan bangsanya. Namun berdasarkan perjalanan sejarah kepemimpinannya, ciri kepemimpinan yang demikian ternyata mengarah pada figur sentral dan kultus individu. Menjelang akhir kepemimpinannya, terjadi tindakan politik yang sangat bertentangan dengan UUD 1945, yaitu mengangkat Ketua MPR (S) juga.
Soekarno termasuk tokoh nasionalis dan anti-kolonialisme yang pertama, baik di dalam negeri maupun untuk lingkup Asia, meliputi negeri-negeri seperti India, Cina, Vietnam, dan lain-lainnya. Tokoh-tokoh nasionalis anti-kolonialisme seperti inilah pencipta Asia pasca-kolonial. Dalam perjuangannya, mereka harus memiliki visi kemasyarakatan dan visi tentang negara merdeka. Ini khususnya ada dalam dasawarsa 1920-an dan 1930-an. Pada masa kolonialisme kelihatan kokoh secara alamiah dan legal di dunia. Prinsip politik mempersatukan elite gaya Soekarno adalah “alle leden van de familie aan een eet-tafel” (semua anggota keluarga duduk bersama di satu meja makan). Ia memperhatikan asal-usul daerah, suku, golongan, dan juga parta.
2. Presiden Soeharto
Berawal dengan adanya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 1966 kepada Letnan Jenderal Soeharto, maka Era Orde Lama berakhir. Kemudian berganti pemerintahan Era Orde Baru. Pada awalnya sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan menonjol dari Presiden Soeharto adalah kesederhanaan, keberanian dan kemampuan dalam mengambil inisiatif maupun keputusan. Selain itu juga tahan menderita dengan kualitas mental yang sanggup menghadapi bahaya dan konsisten dengan segala keputusan yang telah ditetapkan.
Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak positif. Kemudian juga mempunyal visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian.
Di tahun-tahun pemerintahan Soeharto diwarnai dengan praktik otoritarian. Di mana tentara memiliki peran dominan di dalamnya. Kebijakan dwi fungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk berperan di bidang politik. Di samping perannya sebagai alat pertahanan negara. Demokrasi telah ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun, dengan mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam negeri, dengan cara pembatasan jumlah partai politik, penerapan sensor dan penahanan lawan-lawan politik.
Di era kepemimpinan Soeharto, sejumlah besar kursi pada dua lembaga perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada militer, dan semua tantara. Kebijakan unik lainnya adalah semua pegawai negeri hanya dapat memberikan suara kepada satu partai penguasa yaitu Golkar.
Merujuk pada penjelasan singkat di atas, jelas sekali terlihat bahwa mantan Presiden Soeharto memiliki gaya kepemimpinan otoriter, dominan, dan sentralistis. Ia pun memiliki masa kekuasaan terlama di Indonesia, yaitu 32 tahun. Selama itu pula, praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, tumbuh subur di negeri ini. Hingga akhirnya ia jatuh di tangan pergerakan reformasi.
3. B.J. Habibie
Pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan tersebut, menjadi presiden bukan karena keinginannya. Hanya karena kondisi, sehingga naik tahta menjadi presiden. Sosok yang cerdas, tapi terlalu lugu dalam politik.
Sebenarnya gaya kepemimpinan Presiden B.J. Habibie adalah gaya kepemimpinan Dedikatif-Fasilitatif, merupakan sendi dan Kepemimpinan Demokratik. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie, kebebasan pers dibuka lebar-lebar. Sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada saat itu pula peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Habibie sangat terbuka dalam berbicara. Tetapi tidak pandai dalam mendengar. Akrab dalam bergaul, tetapi tidak jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tetapi kurang tekun dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
Dalam penyelengaraan negara, Habibie pada dasarnya seorang liberal. Tentu karena sedikit banyak pengaruh kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia barat.
Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa mau memikirkan resikonya. Tatkala Habibie dalam situasi penuh emosional, ia cenderung bertindak atau mengambil keputusan secara cepat. Seolah ia kehilangan kesabaran untuk menurunkan amarahnya.
Bertindak cepat, rupanya, salah satu solusi untuk menurunkan tensinya. Karakteristik tersebut diilustrasikan dengan kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Habibie digambarkan sebagai pribadi yang terbuka, namun terkesan mau menang sendiri dalam berwacana dan alergi terhadap kritik.
Namun, terlepas dari lepasnya Timor Timur, B.J. Habibie, tepat dalam mengambil keputusan terkait kepentingan dari kesejahteraan rakyat. Ia mengurungkan mimpi besarnya dalam membangun pabrik pesawat, demi kepentingan kehidupan dan perekonomian rakyat. Padahal, jika ia mau dan terus memacu egonya, bukan hal sulit saat memegang tampuk kepemimpinan tertinggi di republik ini, ia melanggengkan mimpi membesarkan IPTN (PT. Dirgantara Indonesia).
Gaya kepemimpinan B.J. Habibie mengandung unsur-unsur kepemimpinan bisnis modern: di situlah ia dibesarkan. Namun jelas terlihat juga unsur-unsur ke-Indonesiaannya. Tidak salah lagi, dengan segala kekuasaannya dalam dunia bisnis internasional modern, ia tetap putera bangsa dan negaranya. Perpaduan antara ke-Islamannya, nasionalismenya, kedaerahannya, ilmu dan teknologi serta internasionalnya, kemudian kelugasan bisnisnya, menjadikan BJ Habibie sebagai bagian dari Indonesia modern.
Banyak gagasan dan keputusan fundamental lahir atas inisiatif putera Parepare tersebut. Sadar atau tidak, apa yang ditinggalkan B.J. Habibie dalam masa singkat pemerintahannya, telah membuka jalan bergulirnya reformasi dan pengaruh dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tipologi kepemimpinan B.J. Habibie identik dengan kepemimpinan demokratis. Dalam tipologi kepemimpinan yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi. Sehingga bergerak sebagai suatu totalitas.
4. Abdurahman Wahid
Seorang kiai yang sangat liberal dalam pemikirannya, penuh dengan ide, tidak disiplin, dan berkepemimpinan ala LSM. Gaya kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah gaya kepemimpinan Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam. Harapannya dapat menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memiliki keabsahan.
Pelaksanaan dan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan diharapkan mampu menggerakkan partisipasi aktif para pelaksana di lapangan. Karena merasa ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan kebijaksanaan
Beliau awalnya memberikan banyak harapan untuk kemajuan Indonesia. Pada dasarnya presiden yang akrab disapa Gus Dur tersebut sangat mudah kalau berbicara urusan apa saja dengan siapapun. Kecuali perbincangan tersebut menyangkut soal politik. Mulai dari berbicara persoalan kebudayaan, agama, sosial, seni dan lainnya sangat terbuka. Namun ketika menyentuh politik, Gus Dur sangat berhati-hati.
Pola dari gaya kepemimpinan Gus Dur cenderung yang informal. Mungkin hal tersebut tidak lepas dari latar belakang Gus Dur sebagai kiai dan juga sebalumnya aktif di LSM. Sehingga pola kepemimpinannya tidak terlalu formal.
5. Megawati Soekarno Putri
Presiden perempuan satu-satunya hingga saat ini, terlihat berpenampilan tenang dan tampak acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu, Megawati memiliki determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Nanggroe Aceh Darussalam.
Gaya kepemimpinan megawati yang anti kekerasan tepat sekali untuk menghadapi situasi bangsa yang sedang memanas. Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Ia cukup lama menimbang-nimbang suatu keputusan yang akan diambilnya. Tetapi begitu keputusan itu diambil, tidak akan berubah lagi. Gaya kepemimpinan seperti itu bukanlah suatu kelemahan.
Seperti dikatakan oleh Frans Seda: “Dia punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika, menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah Megawati bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orang-orang lain tidak terpikirkan sebelumnya”.
Cukup demokratis, tapi pribadi Megawati dinilai tertutup dan cepat emosional. Ia alergi pada kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah menyentuh visi misi pemerintahannya.
6. Susilo Bambang Yudhono
Sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hadir sebagai presiden pertama yang dipilih oleh rakyat. Sosok yang terlihat mampu dan bisa menjadi presiden. Kemajuan ekonomi dan stabilitas negara terlihat membaik di era kepemimpinannya. Sayangnya, ia tidak mendapat dukungan kuat di Parlemen. Hal tersebut membuat SBY tidak leluasa mengambil keputusan. Karena harus mempertimbangkan dukungannya di parlemen. Apalagi untuk mengangkat kasus korupsi dari orang dengan latar belakang partai politik besar, terlihat kesulitan.
Pembawaan SBY, karena besar di lingkungan tentara dan ia juga berlatar belakang tentara karir, tampak formal. Sosoknya juga menarik kaum ibu, lantaran ia santun dalam setiap penampilan dan apik pula berbusananya. Penampilan tersebut meningkatkan citra SBY di mata masyarakat.
SBY sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan kapanpun, di manapun, dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari anggapan yang menyebut SBY sebagai figur peragu, lambat, dan tidak “decisive” (tegas). Sosok yang demokratis, menghargai perbedaan pendapat, tetapi selalu defensif terhadap kritik. Hanya sayang, konsistensi SBY dinilai buruk. Ia dipandang sering berubah-ubah dan membingungkan publik.
Presiden SBY mempunyai tipe kepemimpinan yang lebih dari satu seperti gaya kepemimpinan karismatik, militer, juga tipe sopportif, partisifatif, instrumental dan yang lainnya. Kesemuanya ia sesuaikan dengan situsi, dan perkembangan zaman yang ada. Intinya mengharapkan agar wilayah yang dipimpinnya tersebut dapat tercipta suasana yang aman, tentram dan damai.
7. Joko Widodo
Putra asli Solo tersebut hadir sebagai presiden ke-7 Republik Indonesia. Gaya blusukannya menjadi ciri khas kepemimpinannya baik saat sebagai kepala daerah dan juga saat menjabat presiden. Selain itu prinsip sebagai pelayan rakyat membuatnya mulus menempati tampuk kepemimpinan sebagai Walikota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta, dan akhirnya sebagai RI 1.
Tindakan dari presiden yang akrab juga dipanggil Jokowi tersebut, kadang-kadang sulit untuk ditebak. Tetapi setiap kebijakannya, pada dasarnya dilakukan untuk kepentingan masyarakat. Model kepemimpinan seperti ini telah lama didambakan masyarakat Indonesia.
Berbagai cara kepemimpinan yang dilakukan oleh Jokowi diantaranya adalah merakyat, mendengar, berempati, kesadaran, pengarahan, keefektifan, mengambil resiko, berjiwa melayani, mengobati atau menyembuhkan, berinovasi dan persuasi atau bujukan yang meyakinkan.
Karakter kepemimpinan yang diterapkan oleh Jokowi cenderung mengarah kepada gaya kepemimpinan yang melayani. Robert Kiefner Greenleaf (1904-1990) menyatakan bahwa mengutamakan pelayanan kepada masyarakat merupakan kerangka kerja yang teoretis sebagai motivasi kunci seorang pemimpin. Selain itu, Larry Spears menambahkan bahwa kepemimpinan yang melayani menerapkan pendekatan holistik yang ditekankan terhadap pekerjaan, kepekaan kepada kepentingan masyarakat dan pembagian kekuasaan dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, dalam sebuah pidato di Maret lalu, wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla menilai di antara para kepala negara, kepemimpinan Jokowi paling pas untuk pemerintahan mendatang. Jokowi dianggapnya mampu menunjukan kepemimpinan yang demokratis dan tanpa nepotisme. Jokowi selalu ingin mendapat pandangan dari sekjen, atau dirjen dari kementerian. Menurut JK, ini ciri orang yang ingin benar-benar mengkaji atau mendapat pandangan.
Jokowi juga tidak melibatkan kerabatnya dalam urusan negara. Lagkah tersebut menurut JK, dapat dilihat dari pilihan anak-anaknya yang memilih jalur wirausahawan ketimbang mengikuti langkah ayahnya di bidang politik dan pemerintahan.
Nah, kami di sini telah mengulas gaya kepemimpinan ketujuh presiden Republik Indonesia. Pada prinsipnya ketujuh presiden tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Kini saatnya Anda para pemimpin, merujuk gaya kepemimpinan mana untuk menyukseskan target atau tujuan dari tim atau perusahaan yang Anda pimpin. Boleh juga mengombinasikannya untuk hasil terbaik menurut Anda masing-masing.
Yuk, saatnya kita belajar menjadi penerus dari 7 presiden RI! Kamu bisa memulainya dengan belajar menjadi pemimpin untuk menerapkan pengambilan keputusan loh!
