Sejak manusia diciptakan di dunia ini, kemampuan bertahan hidup lah yang membuat kita bisa bertahan sampai sekarang melewati resiko kepunahan.
Dahulu kita dibekali tubuh yang kuat, karena itu diperlukan untuk bertahan hidup di alam bebas. Tapi dijaman teknologi seperti sekarang, manusia justru dituntut untuk lebih unggul dari teknologi yang diciptakannya sendiri. Saat ini otak kita lah yang menyelamatkan kita dari kepunahan. Dan belajar adalah cara mengasahnya.
Tapi kenapa kita sering mempelajari sesuatu tapi ternyata setelah kita pelajari kita seperti tidak mendapatkan apa-apa. Atau kita gagal belajar bahkan ketika kita belum memulainya.
Apakah itu berarti kita bukan pembelajar yang baik? Belum tentu, mungkin kita aja yang gak tau bagaimana cara belajar yang baik.
Menurut Erika Andersen, seorang international speaker dan penulis asal Amerika, ada empat atribut yang dimiliki para pembelajar yang sukses. Berikut ini saya bagikan inti dari tulisannya di majalah HBR.
1. Aspiration
Keinginan belajar yang tinggi adalah kriteria utama bagi kita untuk memulai belajar. Ketika motivasinya saja tidak ada, jangan harap kita akan mau belajar hal yang baru. Pembelajar yang baik mengerti kapan saat-saat mereka tidak memiliki motivasi untuk belajar dan mereka juga bisa menaikan motivasi itu, karena mereka yakin hal itu akan bermanfaat bagi mereka. Karena bagi orang-orang yang selalu menolak berkembang sangat sulit untuk sukses. Mereka berani melawan kemalasannya untuk kesuksesan jangka panjang.
Manusia memiliki kecenderungan menolak untuk berubah. Karena perubahan selalu diikuti dengan ketidak-nyamanan dan ketidak-amanan. Yang perlu dilakukan untuk mengatasinya adalah merubah pola pikirnya. Pembelajar yang baik berfokus kepada apa yang akan didapat dari ilmu baru ini daripada tantangan yang akan dihadapi.
Kita terkadang sering menutup pikiran kita dengan kebenaran kita yang lama. Sehingga kita tertutup dengan kebenaran-kebenaran baru yang muncul di dalam hidup kita. Pembelajar yang baik mampu, menetralkan pikirannya, terbuka dengan kebaruan, sehingga dia mampu menerima semua kebenaran baru dalam hidupnya dan mengimplementasikannya dalam kehidupan.
“Saya tidak pernah mengkhawatirkan anak-anak yang takut kegelapan, yang saya takuti adalah orang-orang tua yang takut akan cahaya.”-Plato-
2. Self-Awareness
Para pembelajar yang baik memiliki kesadaran yang tinggi atas apa yang diketahuinya dan apa yang tidak diketahuinya. Apa yang penting buat dia pelajari untuk berkembang dan apa yang sia-sia untuk dipelajari.
Begitu banyak CEO atau pemimpin yang merasa dirinya yang paling pintar dan paling hebat sehingga menutup pintu untuk berkembang. Mereka percaya mereka mengerti tentang bisnis, pasar dan organisasinya dengan baik. Sehingga mereka hanya mendengar orang-orang yang mempercayai idenya saja dan mengacuhkan pendapat orang-orang yang menantangnya. Akibatnya anggota timnya tidak merasa diikutsertakan dan mereka tidak terinspirasi.
Ketika pemimpin sadar bahwa dirinya masih banyak yang perlu dipelajari, dia menjadi sadar akan perlunya pengembangan diri dan lebih terbuka terhadap umpan balik. Dia sadar kalau pengetahuan dari dalam dirinya saja tidak cukup, dia juga membutuhkan masukan dari orang lain.
“Kebijaksanaan adalah mengetahui bahwa kita tidak mengetahui apa-apa.”-Socrates-
3. Curiosity
Kita bisa belajar banyak dari anak kecil tentang keingintahuan. Mereka selalu ingin mencoba hal baru tanpa terlalu banyak berfikir tentang apa dampak dan akibatnya. Keingintahuanlah yang membuat mereka ingin mencoba sesuatu sampai mereka dapat melakukannya atau mempelajari sesuatu sampai mengerti.
Mempertanyakan sesuatu hal adalah langkah awal dalam meningkatkan keingintahuan. Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti bagaimana, mengapa, bagaimana saya dapat melakukannya dengan cara yang berbeda dapat meningkatkan rasa keingintahuan. Setelah kita mampu bertanya, Langkah berikutnya adalah mencari sumber bacaannya, mencari orang yang ahli dibidangnya, mencari guru atau mentor yang dapat mengajarkannya atau bergabung ke dalam grup manapun yang mudah untuk dilakukan.
Kegagalan belajar kita seringkali bermula dari keengganan kita bertanya. Mungkin karena malu atau punya trauma masa kecil karena setiap kali bertanya kepada orang tuanya selalu dianggap tidak penting. Pembelajar yang baik tak pernah malu untuk bertanya, otaknya selalu penuh dengan pertanyaan yang membuat dia tidak bisa berhenti untuk tidak bertanya.
Keengganan bertanya juga seringkali diakibatkan oleh mental block kita yang menganggap remeh orang lain. Padahal kita bisa belajar tentang banyak hal dari siapa saja tak peduli jabatan dan levelnya. Ketika kita membatasi otak kita, maka kita pun membatasi guru kita. Dan semakin sedikit pula ilmu yang bisa kita dapatkan.
4. Vulnerability
Ketika kita sudah menjadi ahli dibidang tertentu kita memiliki kecenderungan untuk tidak mau terlihat bodoh. Hal ini menghambat kita untuk mau belajar hal yang baru. Terlihat buruk, bertanya pertanyaan bodoh, dan merasa canggung karena ketidaktahuan kita memang terlihat menakutkan. Tetapi pembelajar yang baik bisa menerima kerentanannya sebagai proses dari pembelajaran. Mereka mengetahui akan adanya kesalahan yang akan terjadi dan mereka berani untuk mencobanya.
Otak kita sering berisi pikiran-pikiran yang menjatuhkan seperti “saya akan terlihat buruk saat memulainya, saya tidak menyukainya, ini terlalu sulit.” Seharusnya kita harus mengganti pikiran itu sejak awal dengan pikiran-pikiran seperti “Saya akan melakukannya dengan buruk disaat awal karena ini baru buat saya dan saya tau saya akan belajar dalam perjalanan.”
Menurut Robert Wood dan Albert Bandura, ketika kita memberanikan diri untuk memprediksi kesalahan dan bersiap belajar sejak awal, hasilnya adalah motivasi yang tinggi, kegigihan dan kinerja yang lebih baik.
Mari mulai belajar!
Growth mindset atau pola pikir untuk terus bertumbuh adalah kemampuan yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup. Ketika manusia berhenti untuk bertumbuh maka kita akan hilang ditelan derasnya arus informasi.
Karenanya marilah mulai belajar apapun, dengan siapapun dan dimanapun. Berikan hak otak kita untuk terus berkembang dan berikan hak pada jiwa kita untuk terus terasah.
Belajarlah bukan untuk menjadi pintar. Karena Ketika kita merasa pintar, disaat itu lah kita berhenti belajar. Belajarlah untuk memperluas wawasan kita, membuat diri kita bertumbuh dan menjadi bijaksana.
Tulisan dari Dharmaji Suradika.
