Memecahkan masalah yang kompleks menuntut proses pencarian solusi yang berbeda dibandingkan pada masalah yang sederhana. Karena masalah yang kompleks pada dasarnya rumit dan detail, maka pendekatan yang rasional dan teliti dituntut dari individu, agar dapat memastikan bahwa solusi yang terbaik memang terpilih. Oleh karena itu, individu dituntut untuk waspada akan halangan dan menghadapi tantangan yang dapat mengganggu proses complex problem solving tersebut.
Dalam complex problem solving, solusi yang digunakan bagi suatu masalah tidak dapat digeneralisasi pada masalah lain. Masing-masing masalah kompleks harus dipecahkan menggunakan pendekatan yang disesuaikan secara spesifik pada masalah tersebut. Maka, strategi problem solving seperti heuristics dan algoritma — yang melibatkan individu mengikuti langkah-langkah spesifik untuk mencapai solusi — belum tentu dapat digunakan dalam proses ini.
Ramnarayan et al. (1997) telah menguji proses complex problem solving dan berbagai kekeliruan dan eror yang dapat terjadi. Berdasarkan penelitiannya, sebab dari kesulitan individu dalam pemecahan masalah bukanlah kurangnya pengetahuan atau adanya keterbatasan kognitif. Melainkan, kesulitan tersebut berhubungan dengan penyalahgunaan pengetahuan yang tersedia, kecenderungan untuk menghindari risiko dan ketidakpastian, serta keinginan individu untuk tetap merasa kompeten.
Dalam menghadapi masalah kompleks, individu cenderung terburu-buru dalam membuat keputusan tanpa menganalisa situasi secara sepenuhnya. Sebaliknya, mereka juga bisa ragu untuk membuat keputusan yang didasarkan pada rencana terperinci. Namun, bukan merupakan solusi yang biasa dilakukan. Pada akhirnya, mereka menerapkan serangkaian solusi yang tradisional. Walaupun bisa saja terbukti pernah berhasil, solusi yang konvensional belum tentu dapat diterapkan pada setiap masalah kompleks.
Kesalahan yang dilaporkan tersebut berhubungan dengan konsep mental set (Luchins, 1942 dalam Öllinger et al., 2008). Mental set terjadi ketika metode yang pernah berhasil akan digunakan secara terus menerus dalam situasi yang berbeda. Maka, individu dapat merasa terbiasa dan aman dengan solusi tersebut sehingga menghalangi mereka untuk mempertimbangkan metode-metode alternatif.
Ketika individu bersikap tertutup terhadap ide-ide baru dan tidak berinisiatif untuk mencoba pendekatan yang berbeda, mekanisasi dapat terjadi dalam proses complex problem solving. Seperti yang sudah dibahas, complex problem solving menuntut solusi yang sesuai dengan setiap masalah secara individual, dan tidak dapat digeneralisasi. Maka, mekanisasi dalam penyelesaian masalah harus dihindari.
Kekeliruan lain adalah adanya asumsi yang tidak disadari dimiliki individu (Ramnarayan et al., 1997). Peran dari keberadaan asumsi ini berhubungan dengan konsep lain dari Luchiani (1942, dalam Öllinger et al., 2008), yaitu insight. Konsep insight menjelaskan bahwa problem solving didorong oleh faktor-faktor internal, seperti pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, stereotip, atau asumsi.
Ternyata, tanpa kita sadari, pengetahuan dan asumsi yang kita pegang dapat memengaruhi proses problem solving, yaitu dengan menghalangi kita untuk memandang suatu objek, seperti masalah atau solusi, dari berbagai sisi. Melainkan, kita hanya melihat objek tersebut sesuai dengan pengalaman kita sebelumnya. Alhasil, pandangan kita terhadap situasi pun menjadi subjektif.
Merujuk dari konsep mental set dan insight, kita bisa mengetahui bahwa complex problem solving dapat dipengaruhi faktor eksternal maupun internal.
Kita akan bertemu dengan complex problem solving hampir setiap hari. Maka, kita harus berhati-hati dan meningkatkan kesadaran akan rintangan-rintangan ini. Apabila tidak, energi fisik, kognitif, maupun emosional kita dapat menurun, dan kita dapat jatuh dalam pemikiran yang repetitif serta kaku di masa depan.
Referensi
Cherry, K. (2020, April 29). Problem-Solving Strategies and Obstacles. Verywell Mind. https://www.verywellmind.com/problem-solving-2795008
Öllinger, M., Jones, G., & Knoblich, G. (2008). Investigating the effect of mental set on insight problem solving. Experimental psychology, 55(4), 269-282. https://doi.org/10.1027/1618-3169.55.4.269
Ramnarayan, S., Strohschneider, S., & Schaub, H. (1997). Trappings of Expertise and the Pursuit of Failure. Simulation & Gaming, 28(1), 28–43. doi:10.1177/1046878197281004