Pernah mendengar istilah gaya kepemimpinan transformasional? Salah satu model kepemimpinan ini, menjawab tantangan dari gaya kepemimpinan transaksional yang lebih mengedepakan pada hasil dan pencapaian. Nampaknya kepemimpinan transformasional harus kita pelajari, apalagi bagi yang ingin karirnya terus menanjak hingga lini atas perusahaan atau organisasi.
Bagi kamu yang saat ini sedang merintis karir, tentunya kita ingin karir terus meningkat dan mengalami perkembangan yang pesat. Tapi ingat, bahwa semakin tinggi karir seseorang dalam perusahaan atau organisasi, maka tanggung jawabnya pun akan semakin besar. Ia bukan hanya mengurus pekerjaanya sendiri melainkan pekerjaan banyak orang dan bertanggung jawab atas perkembangan karir anak buah atau SDM yang dikelolanya.
Kalau saat menjadi bawahan, prestasi terukur dari kinerja kita sendiri, namun saat menjadi pemimpin, prestasi terbesar adalah pada keberhasilan team work dan target bersama dari unit atau divisi yang dipegang. Kedengarannya menjadi pemimpin enak, tapi juga tidak mudah.
Untuk itu, yuk kita pelajari bagaimana kepemimpinan transformasional menjadi salah satu model yang dapat diterapkan oleh para pemimpin.
Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional
Sebelum munculnya gaya kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan transaksional cukup banyak dikenal terlebih dahulu, khususnya seperti apa yang dikatakan oleh Burns. Kepemimpinan ini, lebih menekankan kepada hubungan atasan bawahan untuk mencapai target tertentu berdasarkan hukum struktural. Di luar hubungan tersebut, tidak ada tujuan lain dan hubungan yang dibangun bersifat jangka pendek.
Pembicaraan antara atasan dan bawahan hanya berkutat soal pekerjaan jangka pendek dan imbalan yang diterimanya. Untuk itu, kepemimpinan transaksional menghasilkan para bawahan atau SDM yang bekerja apa adanya saja dan gaji yang diterimanya. Tidak berbicara soal visi jangka panjang atau perubahan apa yang ingin dilakukan.
Hal ini sangat berbeda ketika dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh James Mcgrehor Burns bahwa kepemimpinan jenis ini mengubah nilai anggota secara personal, sehingga mereka dapat berperan sebagai pendukung dari visi dan goal yang ingin dicapai oleh perusahaan atau organisasi.
Kata kuncinya adalah pada kesamaan visi yang membuat SDM dapat menginternalisasi nilai tersebut dan merasa bahwa visi tersebut adalah bagian dari hidupnya.
Pemimpin yang mampu menerapkan gaya kepemimpinan ini memiliki kemampuan untuk membuat para bawahan atau SDM yang dikelolanya bisa melihat visi organisasi yang ingin dicapai bersama secara jelas. Dalam kemampuan tertentu, pemimpin juga mampu membuat SDM menjadikan kepentingan organisasi sebagai hal yang prioritas dibanding kepentingan dirinya sendiri.
Hasilnya, SDM memiliki komitmen, motivasi, serta kepercayaan pada pemimpin terlebih pada organisasi, sehingga mereka akan tergerak dan fokus pada pencapaian visi secara lebih cepat. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan memunculkan beragam inovasi baru sebagai bentuk kontribusi terbaiknya.
4 Ciri Pemimpin Transformasional
Untuk menerapkan gaya kepemimpinan transformasional, pemimpin dapat mempelajari bagaimana ciri-cirinya. Secara umum pemimpin transformasional memiliki 4 ciri khas yang melandasi proses kepemimpinannya dalam bekerja. Berikut adalah 4 hal yang bisa kita cermati agar nantinya bisa diterapkan dalam kepemimpinan kita dalam perusahaan atau organisasi.
1. Memotivasi dan Memberikan Pengaruh dengan Pendekatan Nilai-Nilai
Seorang pemimpin transformasional, bukan hanya memberikan perintah kerja apalagi sekedar menyuruh bawahan untuk mencapai targetnya. Ia mampu memberikan pengaruh pada bawahan dengan pendekatan motivasi dan pengaruh yang lebih soft. Pendekatan bukan hanya sekedar imbalan bonus atau gaji, jauh dari itu ia mampu memberikan gambaran tujuan dan kesuksesan bersama yang akan didapatkan oleh bawahan.
Pemimpin seperti ini lebih mengedepankan aspek nilai yang dipegang oleh organisasi dan menjadikannya sebagai acuan untuk memotivasi para SDM yang dikelolanya. Misalnya saja, dalam sebuah organisasi yang memiliki value untuk membantu meringankan beban kaum dhuafa, maka pemimpin akan memberikan teladan, motivasi, serta pengaruh dengan pendekatan nilai kesederhanaan, rela berkorban, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dsb.
Tentunya, nilai-nilai tidak hanya digunakan dengan pendekatan ceramah atau orasi, namun juga pemimpin menggunakan teladan, pemberian inspirasi, dan sistem yang saling mendukung.
2. Memahami Visi-Misi Organisasi Secara Kongkrit
Visi dan misi organisasi menjadi hal kunci dalam kepemimpinan transformasional. Pemimpin dengan gaya tersebut mampu menurunkan visi organisasi ke dalam bentuk yang lebih kongkrit dan real, sehingga visi tersebut bukan menjadi hal yang abstrak apalagi sulit untuk dipahami. Ia juga mampu memberikan menunjukkan bagaimana jika visi mampu dicapai oleh bersama dan dampaknya bagi masing-masing individu.
Misalnya saja, dalam setiap rapat, pertemuan, ia mampu menunjukkan apa korelasi antara yang dikerjakan oleh SDM dan pada visi yang hendak dicapai organisasi. Dari hal tersebut, para SDM akan memahami bahwa apa yang dikerjakannya masing-masing memiliki dampak pada pencapaian visi tersebut. Mereka bukan hanya bekerja, namun lebih jauh dari itu SDM memberikan dampak pada masyarakat.
3. Mengembangkan Potensi SDM
Pemimpin transformasional menempatkan SDM bukan saja sebagat aset kapital dalam proses bisnis perusahaan atau organisasinya. Ia justru menempatkan SDM sebagai potensi utama roda-roda perusahaan untuk mencapai visi. Untuk itu, pemimpin transformasional akan mendukung SDM untuk berkreasi, berkembang, mengasah skill demi keadaan organisasi masa depan yang terus lebih baik lagi.
SDM diberikan kekuasaan untuk berpartisipasi dalam ide, inovasi, bahkan kritik yang membangun untuk kepentingan organisasi. Pemimpin juga mendorong bawahannya untuk berkembang dengan memberikan stimulasi intelektual. Misalnya saja, memancing SDM untuk memikirkan cara terbaik untuk bekerja, mencapai target, dan dalam menyelesaikan tugasnya. Ia memperhatikan proses dan mendorong SDM untuk menempatkan hatinya dalam pekerjaan.
Dengan pendekatan ini, SDM tentu bekerja dengan lebih giat atas dasar kesadaran dirinya sendiri dan dengan senang hati menjalankannya.
4. Menjadi Teladan untuk Mengutamakan Kepentingan Visi Organisasi
Dalam situasi kerja tertentu tidak jarang kompetisi dan perebutan kekuasaan menjadi hal yang mewarnai perusahaan atau organisasi. Dampaknya, bawahan tidak fokus dalam bekerja, fokus pada persaingan bahkan ada yang sampai pada tataran konflik.
Artinya kepentingan pribadi menjadi dominan dan tujuan para bawahan bekerja hanya sekedar untuk meraih jabatan atau kepentingan tertentu saja. Tentu hal ini akan merugikan organisasi. Walaupun bukan di jangka pendek, tapi masa depan organisasi akan menjadi pengaruhnya.
Pemimpin transformasional akan berusaha untuk menjadi teladan dalam mengedepankan kepentingan organisasi dibanding kepentingan personal. Apalagi jika kepentingan tersebut dilakukan dengan jalan konflik dan cara yang merusak nilai-nilai organisasi.
Untuk itu, pemimpin transformasional akan berusaha untuk menjadi teladan dalam mengedepankan visi organisasi. Walaupun dirinya sebagai pemimpin, ia tidak akan memanfaatkan posisi atau struktur tersebut sebagai alat kepentingan pribadinya.
Nah, itulah sedikit penjelasan tentang gaya kepemimpinan transformasional. Tentunya menjadi pemimpin yang ideal dan sangat didambakan kehadirannya oleh bawahan bukan proses yang sebentar. Menjadi pemimpin adalah membangun karakter dan tentunya dibutuhkan proses panjang selama perjalanan karir.
Lalu, bagaimana dengan kalian? Sudah siapkan untuk menerapkan gaya kepemimpinan transformasional ini dalam pekerjaan? Selamat mencoba, ya!
