Oleh: Tom Mc Ifle
ABSTRAK — Salah satu keinginan seorang pemimpin adalah memiliki tim yang sehat, solid dan berkualitas. Namun terkadang, hal ini cukup sulit direalisasikan karena banyak dari para pemimpin yang tidak menyadari bahwa timnya sedang mengalami sebuah penurunan kinerja. Hal ini bisa menimbulkan banyak dampak negatif dalam pekerjaan dan hubungan antara pemimpin dan anggota. Situasi dimana anggota tidak mencapai target yang telah ditentukan disebut dysfunction.
Tentang Dysfunction Team
Dysfunction team ialah sebuah keadaan dimana anggota tidak mencapai target yang telah ditentukan dan hasil yang diinginkan. Nah, penyebab dari dysfunction team salah satunya adalah karena pembiaran. Hal terpenting dalam sebuah tim untuk mencapai sebuah target adalah kerja sama / teamwork. Sedangkan, apabila terjadi dysfunctional team, kerja sama ini akan sulit terjalin dan bisa menimbulkan dampak pada kinerja tim dan menurunnya tingkat produktivitas pada tim tersebut.
Untuk lebih mengenali tentang dysfunctional team, ada beberapa alasan dan ciri-ciri terjadinya dysfunctional dalam sebuah tim. Apa kamu pernah mengalaminya?
Kehilangan Kepercayaan
Sumber: Liza Summer dari pexels.com
Ada sebuah pernyataan yang cukup menarik dimana Steven Covey menuliskan tentang the speed of trust. The speed of trust yang beliau tuliskan menyatakan bahwa salah satu masalah terbesar dari anggota yang tidak produktif adalah tidak percaya pada management dan pemimpinnya. The absence of trust (kehilangan rasa percaya) adalah tanda dysfunction yang pertama. Nah, ada beberapa tanda dimana anggota sudah menunjukkan ketidakpercayaan, seperti sering menyampaikan kabar buruk, tidak mau terlihat jelek dan selalu menutup-nutupi masalah.
Selalu Menghindari Konflik
Sumber: Tima Miroshnichenko dari pexels.com
Ciri yang kedua adalah selalu menghindari konflik yang terjadi. Ketika seseorang mulai menghindari konflik, berarti dia sedang mencari yang disebut keharmonisan palsu. Ini terjadi karena dia takut terjadi benturan terjadi konflik yang tidak diinginkan. Konflik tidak selalu berarti pertengkaran, namun bisa juga merujuk pada perbedaan pendapat. Ketika seseorang mulai menghindari konflik, maka aturan sulit untuk dilaksanakan. Contohnya seperti seorang pemimpin yang tidak berani menegur anggotanya karena malas terjadi perdebatan, malas berbicara dan membiarkan anggotanya bertindak semaunya.
Tidak Ada Komitmen
Sumber: Andrea Piacquadio dari pexels.com
Ciri dysfunction yang ketiga adalah tidak adanya komitmen untuk ikut serta dalam pekerjaan tim. Kekhawatiran akan konflik menghasilkan kurangnya komitmen dalam suatu pekerjaan. Orang seperti ini lebih suka untuk mengerjakan pekerjaan yang mudah, tidak terlalu ribet dan menghindari dari tanggung jawab yang besar.
Tidak Ada Tanggung Jawab
Sumber: Andrea Piacquadio dari pexels.com
Ciri dysfunction yang keempat adalah ketika anggota tidak mau diminta pertanggung jawaban (lack of accountability). Yaitu saat seseorang menghindari tanggung jawab dengan mencari-cari alasan dan menciptakan skenario untuk menghindar dari tanggung jawab. Bahkan terkadang menyalahkan orang lain dan keadaan demi menghindari tanggung jawab pada dirinya.
Tidak Memperhatikan Hasil
Sumber: Andrea Piacquadio dari pexels.com
Ciri yang kelima yaitu tidak memperhatikan hasil. Ini terjadi karena ego dari setiap anggota yang fokus pada diri mereka masing-masing daripada kemajuan dan tujuan dari tim. Ciri kelima ini merupakan ciri yang paling fatal, karena apabila tim tidak memperhatikan kualitas hasil dan tujuan dari tim, maka bisa dibilang tim tersebut telah kehilangan fungsi untuk mencapai tujuan.
Nah, dari beberapa poin di atas, pemimpin harus memperhatikan kegiatan dan perencanaan pada tiap anggota. Karena terjadinya dysfunction bisa berdampak buruk pada kemajuan dan kerja sama tim. Maka dari itu sangat penting untuk memelihara budaya kerja sama dan membangun hubungan baik antar anggota dengan pemimpin agar dapat melakukan pekerjaan secara optimal.
Sumber artikel:
5 Penyakit Berbahaya dalam Tim
